JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati 239 penyelenggara negara terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tidak lengkap.
“Melalui surat tersebut, KPK meminta agar penyelenggara negara melengkapi harta yang tidak dilaporkan selama periode pemeriksaan, untuk dilaporkan dalam laporan e-LHKPN periodik tahun pelaporan 2020 dengan batas waktu penyampaian 31 Maret 2021,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/3/2021).
Berdasarkan catatan KPK, dari pemeriksaan yang dilakukan di 2020, terdapat 239 penyelenggara negara yang menyampaikan LHKPN secara tidak lengkap dan benar.
“239 penyelenggara negara tersebut terdiri atas 146 penyelenggara negara atau sekitar 61 persen berasal dari instansi daerah, 82 penyelenggara negara atau sekitar 34 persen dari instansi pusat, dan sisanya 11 penyelenggara negara atau sekitar 5 persen dari BUMN,” ungkap Ipi.
Berdasarkan kelompok jabatan, lanjut dia, kepala dinas merupakan jabatan yang paling banyak tidak melaporkan hartanya secara lengkap, yaitu sebanyak 46 penyelenggara negara.
“Di urutan ke dua adalah kepala kantor pajak pada Kementerian Keuangan, yaitu 33 kepala kantor. Berikutnya, adalah kepala badan, yaitu berjumlah 31 kepala badan yang berasal dari beberapa daerah. Selanjutnya, adalah bupati berjumlah 18 orang,” tuturnya.
Sementara jenis harta yang KPK temukan paling banyak tidak dilaporkan adalah kas dan setara kas. Penyelenggara negara umumnya lalai dalam melaporkan kepemilikan rekening simpanan.
Dalam pemeriksaan tersebut, KPK menemukan 917 rekening simpanan yang belum dilaporkan oleh 203 penyelenggara negara, dari 239 penyelenggara negara atau sekitar 84 persen. Kemudian 390 harta tidak bergerak juga tidak dilaporkan oleh 109 penyelenggara negara atau sekitar 45 persen.