Kemudian Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan, diikuti dengan lagu “Indonesia Raya” bersama rakyat dan pendukung. Suara gegap gempita memenuhi saluran radio yang didengarkan Hanako dengan seksama.
Baginya, kemerdekaan Indonesia hanya berarti satu hal, yakni akhirnya ia bebas ke luar pagar kapan saja karena tak ada lagi ketegangan antara tentara Jepang, Belanda, maupun Indonesia.
Di pagi hari yang sejuk tanggal 18 Agustus 1945, Hanako keluar pagar dan berniat tak akan kembali ke rumah itu untuk selama-lamanya. Apa yang akan ia lakukan di luar sana? Bagaimana ia akan bertahan hidup sebagai gadis Jepang berusia 10 tahun? Sama sekali ia tak tahu.
Baru beberapa langkah dari pagar rumah bekas Belanda itu, Hanako dikejutkan oleh adanya kucing-kucing yang berkeliaran. Ada yang lagi jalan-jalan, bergerombol, memanjat pohon, menggondol tulang ikan, dan lain-lain.
Jumlahnya terlalu banyak untuk dihitung dengan jari kecilnya. Ke mana pun mata memandang, selalu ada kucing di sana. Padahal tahun sebelumnya masih begitu lengang.
Dari dalam hati Hanako terbersit kerinduan yang mendalam pada Hanabi. Apa kucing-kucing itu anakmu? Di mana kau sekarang, Hanabi-ku? Tanpa ia ketahui, rupanya kejadian serupa juga terjadi di titik lain di kota A. ***
Purworejo, 16 Maret 2022
Seto Permada adalah nama pena dari Muhammad Walid Khakim. Ia berdomisili di Purworejo, Jawa Tengah. Beberapa kali karyanya termuat di media cetak dan media online.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain.